Statistik

Selasa, November 30

Sepenggal Doa...

"Allah, ampuni kami yang kadang masih melihat dosa sebagai sesuatu yang menarik hati."

"Allah, ampuni kami yang kadang masih merasa ibadah sebagai sesuatu yang berat dijalani."

"Allah, ampuni kami yang kadang masih menganggap dusta bisa memudahkan urusan." 

"Allah, ampuni kami yang kadang masih terbayang bahwa jujur itu mengerikan."

Minggu, November 28

Langit, Bintang, Bulan, Matahari, hujan dan pelangi ....

Hohohoho...
Denai paling suka ciptaan Allah yang ada di langit....

Langit, denai paling suka warna langit itu. Biru.... birunya langit itu bikin adem.......
kayak gini ni :


trus yang ini :



keren kan ?? ciptaan Allah itu selalu kere..... hehehe

oke selanjutnya bintang...
kenapa denai suka bintang ? jawabannya sama, karena cahaya bintang itu menyejukkan.. kalo Denai lagi kesepian di kosan, liat bintang hati jadi rame apa lagi kalo bintangnya lagi rame .... *silahkan di coba ....hehehe

ini ni gambar bintang :


ini ada yang lebih keren :


Selanjutnya Bulan,
kenapa denai suka Bulan ? karena cahaya bulan itu sempurna... kalo dipandang mata ngk kerasa pedih beda dengan matahari .... Denai suka bulan sabit n bulan purnama .... hahahah
ini aku kasih gambar kerenya :
(gambarnya g sekeren yang biasa denai lihat, biasanya ada bitang yang nemani bulan ... hhwhwhwh)

Ini ada bulan sabait :
(subhanallah, indah banget,,, ditambah dengan warna langit di sore hari ,,, ^^^b)

Setelah itu aku suka Matahari, Kenapa aku suka ? waktu itu Denai pernah ngejepret matahari pake kamera hape,,, subhanalloh keren bngt.
ni gambarnya :

 Kemarin ini ada kejadian halo di padang, keren deh matahari dikelilingi pelangi :

 (keren kan ??? hehehe)

Yang terakhir ini sering banget orang ngutuknya,
Denai paling jengkel kalo ada orang di status fz atu twetter kalo mengutuk hujan. Gara gara hujan g bisa malam minggu la, hujan bikin ngantuklah, hujan bikin acara batal lah ...ih Denai jengkel bngt ....
Padahal hujan itu adalah rahmat, trus suara hujan itu kan merdu bngt ..hehehehe

 oh iya,
ada satu lagi ciptaan Allah yang denai suka..
Pelangii ..
Subhanallah...



hehehe....
indah indah kan apa yang denai suka ?
mudah mudahan teman teman semua juha suka dengan apa yang denai suka ...
hehehehehe .. ^^

Jumat, November 26

jika denai mati ..

"Tak ada satupun manusia ayang mengetahui kapan di akan mati, dimana dia akan mati dan seperti apa dia akan mati." 

Banyak manusia takut akan kutipan itu, tapi mereka semua hanya sekedar takut (mudah mudahan denai dan kawan kwan denai tidak termasuk orang orang seperti itu). Kalau hanya sekedar takut mah percuma aja, toh ujung ujung orang yang hanya takut itetap menjalankan kehidupan seperti apa yang orang itu ingin kan.(hehehe, denai sok ngasih ngsih ceramah... kwkwk).
Sebenarnya topik yang denai ceritakan ngk ada hubungannya dengan ini sih (hehehehe). Topik yang bakalan denai ceritakan itu adalah *jika denai mati nanti* (waww, seram sekali ...).
Beberapa minggu yang lalu sahabat denai tu meninggal dunia gara gara kecelakaan, banyak yang nangis karena di tinggalin, banyak yang ngasih ucapan selamat jalan ke sahabat saya itu, dan sampai sekarang masih banyak temen temen dari sahabat saya itu yang belum percaya kalo sahabat denai itu udah ngak ada ( karena sahabat saya itu orangnya ceria bngt, wajarlah ...).

Dari kejadian meninggalnya sahabat denai itu. Tebesit dalam fikiran denai, jika denai yang meninggalkan, apakah orang orang yang denai sayangi bakalan menangis juga, apakah sahabat sahabat denai yang lain bakalan nagis dan merasa kehilangan, apakah orang orang yang berada dilingkungan denai bakalan nangis.Denai berharap mereka akan nangis walaupun sebenarnya tidak boleh nangis jika ada insan yang telah meninggalkan dunia ini. Tapi dengan tangisan itulah mungkin orang bakalan menilai apakah denai itu orangnya baik dan tidak sering nyakitin hati teman teman lingkungan hidup denai.

Ya...
Denai berharap itu semua akan terjadi nanti, jika denai pergi untuk selamanya ......
Mudah mudahan Denai termasuk orang yang menyenangkan.Disenangi ayah, ibu, saudara, sahabat dan tentunya Tuhan denai Allah SWT.
Amin....
mudah mudahan saja apa yang saya ingi

Jumat, November 12

Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin

 Ini sebuah kisah cinta yang sederhana, namun dibalut dengan gaya tulisan yang sangat indah.  Romantis dan jalan cerita yang tak mudah ditebak. Tentang cinta yang terpendam, tentang kepedulian dan kasih sayang.



""Dia bagai malaikat bagi keluarga kami. Merengkuh aku, adikku, dan ibu dari kehidupan jalanan yang miskin dan nestapa. Memberikan makan, tempat berteduh, sekolah, dan janji masa depan yang lebih baik.

Dia sungguh bagai malaikat bagi keluarga kami. Memberikan kasih-sayang, perhatian, dan teladan tanpa mengharap budi sekalipun. Dan lihatlah, aku membalas itu semua dengan membiarkan mekar perasaan itu. Tapi apa yang bisa kulakukan? Perasaan itu datang begitu saja..

Ibu benar, tak layak aku mencintai malaikat keluarga kami. Tak pantas. Maafkan aku ibu, perasaan kagum, terpesona, atau entahlah itu muncul tak tertahankan bahkan sejak rambutku masih dikepang dua….

Dan sekarang, ketika aku tahu dia boleh jadi tidak pernah menganggapku lebih dari seorang adik yang tidak tahu diri, maka biarlah…. Biarlah aku luruh ke bumi seperti sehelai daun… daun yang tidak pernah membenci angin meski harus terenggutkan dari tangkai pohonnya…""


""Dia adalah puteri kecil yg kuselematkan dari jalanan.. matanya tajam menjanjikan masa depan cemerlang.. hatinya baik, terpancar jelas saat ia membalut luka adiknya.. dan seluruh pengorbanan kanak-kanak demi ibunya yg sakit2an..

Dia adalah puteri kecil, yang tumbuh amat pintar, lengkap dengan pemahaman hidup yg baik.. namanya terukir di piala2 sekolah bahkan hingga di luar negeri sana.. dan ya Tuhan, yg tidak pernah aku bayangkan sebelumnya, dia tumbuh menjadi gadis dewasa yang cantik jelita..

Aku sungguh tak layak mencintainya.. tak pantas menukar semua kebaikan yg kulakukan dengan cintanya.. dia tidak lebih, tidak kurang adik angkatku.. dan hingga kapanpun akan tetap jadi adik angkatku yg periang.. aku sungguh tidak layak mencintainya... maka biarlah kubakar seluruh perasaan.. biarlah seperti daun yang jatuh.. biarlah seperti daun yg jatuh, yg tidak akan pernah membenci angin meski terenggutkan dari tangkainya...

Sebuah Novel romantis yang sederhana tetapi sarat akan makna cinta.....
**Daun yang Jatuh Tidak Pernah Membenci Angin**

Selasa, November 9

Kisah Seorang Kakak dan Adik

Aku dilahirkan di sebuah dusun pegunungan yang sangat terpencil. Hari demi hari, orang tuaku membajak tanah kering kuning, dan punggung mereka menghadap ke langit. Aku mempunyai seorang adik, tiga tahun lebih muda dariku. Suatu ketika, untuk membeli sebuah sapu tangan yang mana semua gadis di sekelilingku kelihatannya membawanya, aku mencuri lima puluh sen dari laci ayahku. Ayah segera menyadarinya. Beliau membuat adikku dan aku berlutut di depan tembok, dengan sebuah tongkat bambu ditangannya. “Siapa yang mencuri uang itu?” Beliau bertanya. Aku terpaku, terlalu takut untuk berbicara. Ayah tidak mendengar siapa pun mengaku, jadi Beliau mengatakan, “Baiklah, kalau begitu, kalian berdua layak dipukul!”
Dia mengangkat tongkat bambu itu tinggi-tinggi. Tiba-tiba, adikku mencengkeram tangannya dan berkata, “Ayah, aku yang melakukannya!”
Tongkat panjang itu menghantam punggung adikku bertubi-tubi. Ayah begitu marahnya sehingga ia terus-menerus mencambukinya sampai Beliau kehabisan nafas.
Sesudahnya, Beliau duduk di atas ranjang batu bata kami dan memarahi, “Kamu sudah belajar mencuri dari rumah sekarang, hal
memalukan apa lagi yang akan kamu lakukan di masa mendatang? Kamu layak dipukul sampai mati! Kamu pencuri tidak tahu malu!” Malam itu, ibu dan aku memeluk adikku dalam pelukan kami. Tubuhnya penuh dengan luka, tetapi ia tidak menitikkan air mata setetes pun. Di pertengahan malam itu, saya tiba-tiba mulai menangis meraung-raung. Adikku menutup mulutku dengan tangan kecilnya dan berkata, “Kak, jangan menangis lagi sekarang. Semuanya sudah terjadi.”
Aku masih selalu membenci diriku karena tidak memiliki cukup keberanian untuk maju mengaku. Bertahun-tahun telah lewat, tapi insiden tersebut masih kelihatan seperti baru kemarin. Aku tidak pernah akan lupa tampang adikku ketika ia melindungiku. Waktu itu, adikku berusia 8 tahun. Aku berusia 11.
Ketika adikku berada pada tahun terakhirnya di SMP, ia lulus untuk masuk ke SMA di pusat kabupaten. Pada saat yang sama, saya diterima untuk masuk ke sebuah universitas propinsi. Malam itu, ayah berjongkok di halaman, menghisap rokok tembakaunya, bungkus demi bungkus.
Saya mendengarnya memberengut, “Kedua anak kita memberikan hasil yang begitu baik… hasil yang begitu baik…” Ibu mengusap air matanya yang mengalir dan menghela nafas, “Apa gunanya? Bagaimana mungkin kita bisa membiayai keduanya sekaligus?” Saat itu juga, adikku berjalan keluar ke hadapan ayah dan berkata, “Ayah, saya tidak mau melanjutkan sekolah lagi, telah cukup membaca banyak buku. ” Ayah mengayunkan tangannya dan memukul adikku pada wajahnya. “Mengapa kau mempunyai jiwa yang begitu keparat lemahnya? Bahkan jika berarti saya mesti mengemis di jalanan saya akan menyekolahkan kamu berdua sampai selesai!” Dan begitu kemudian ia mengetuk setiap rumah di dusun itu untuk meminjam uang. Aku menjulurkan tanganku selembut yang aku bisa ke muka adikku yang membengkak, dan berkata, “Seorang anak laki-laki harus meneruskan sekolahnya; kalau tidak ia tidak akan pernah meninggalkan jurang kemiskinan ini.”
Aku, sebaliknya, telah memutuskan untuk tidak lagi meneruskan ke universitas.Siapa sangka keesokan harinya, sebelum subuh datang, adikku meninggalkan rumah dengan beberapa helai pakaian lusuh dan sedikit kacang yang sudah mengering. Dia menyelinap ke samping ranjangku dan meninggalkan secarik kertas di atas bantalku: “Kak, masuk ke universitas tidaklah mudah. Saya akan pergi mencari kerja dan mengirimimu uang.” Aku memegang kertas tersebut di atas tempat tidurku, dan menangis dengan air mata bercucuran sampai suaraku hilang. Tahun itu, adikku berusia 17 tahun. Aku 20. Dengan uang yang ayahku pinjam dari seluruh dusun, dan uang yang adikku hasilkan dari mengangkut semen pada punggungnya di lokasi konstruksi, aku akhirnya sampai
ke tahun ketiga (di universitas).
Suatu hari, aku sedang belajar di kamarku, ketika teman sekamarku masuk dan memberitahukan, “Ada seorang penduduk dusun menunggumu di luar sana! “Mengapa ada seorang penduduk dusun mencariku? Aku berjalan keluar, dan melihat adikku dari jauh, seluruh badannya kotor tertutup debu semen dan pasir. Aku menanyakannya, “Mengapa kamu tidak bilang pada teman sekamarku kamu adalah adikku?” Dia menjawab, tersenyum, “Lihat bagaimana penampilanku. Apa yang akan mereka pikir jika mereka tahu saya adalah adikmu? Apa mereka tidak akan menertawakanmu?” Aku merasa terenyuh, dan air mata memenuhi mataku. Aku menyapu debu-debu dari adikku semuanya, dan tersekat-sekat dalam kata-kataku, “Aku tidak perduli omongan siapa pun! Kamu adalah adikku apa pun juga!
Kamu adalah adikku bagaimana pun penampilanmu…” Dari sakunya, ia mengeluarkan sebuah jepit rambut berbentuk kupu-kupu. Ia memakaikannya kepadaku, dan terus menjelaskan, “Saya melihat semua gadis kota memakainya. Jadi saya pikir kamu juga harus memiliki satu.” Aku tidak dapat menahan diri lebih lama lagi. Aku menarik adikku ke dalam pelukanku dan menangis dan menangis. Tahun itu, ia berusia 20. Aku 23.
Kali pertama aku membawa pacarku ke rumah, kaca jendela yang pecah telah diganti, dan kelihatan bersih di mana-mana. Setelah pacarku pulang, aku menari seperti gadis kecil di depan ibuku. “Bu, ibu tidak perlu menghabiskan begitu banyak waktu untuk membersihkan rumah kita!”
Tetapi katanya, sambil tersenyum, “Itu adalah adikmu yang pulang awal untuk membersihkan rumah ini. Tidakkah kamu melihat luka pada tangannya? Ia terluka ketika memasang kaca jendela baru itu..”
Aku masuk ke dalam ruangan kecil adikku. Melihat mukanya yang kurus, seratus jarum terasa menusukku. Aku mengoleskan
sedikit saleb pada lukanya dan mebalut lukanya. “Apakah itu sakit?” Aku menanyakannya. “Tidak, tidak sakit. Kamu tahu, ketika saya bekerja di lokasi konstruksi, batu-batu berjatuhan pada kakiku setiap waktu. Bahkan itu tidak menghentikanku bekerja dan…” Ditengah kalimat itu ia berhenti. Aku membalikkan tubuhku memunggunginya, dan air mata mengalir deras turun ke wajahku.
Tahun itu, adikku 23. Aku berusia 26.
Ketika aku menikah, aku tinggal di kota. Banyak kali suamiku dan aku mengundang orang tuaku untuk datang dan tinggal bersama kami, tetapi mereka tidak pernah mau. Mereka mengatakan, sekali meninggalkan dusun, mereka tidak akan tahu harus mengerjakan apa. Adikku tidak setuju juga, mengatakan, “Kak, jagalah mertuamu aja. Saya akan menjaga ibu dan ayah di sini.” Suamiku menjadi direktur pabriknya. Kami menginginkan adikku mendapatkan pekerjaan sebagai manajer pada departemen pemeliharaan. Tetapi adikku menolak tawaran tersebut.
Ia bersikeras memulai bekerja sebagai pekerja reparasi. Suatu hari, adikku di atas sebuah tangga untuk memperbaiki sebuah kabel, ketika ia mendapat sengatan listrik, dan masuk rumah sakit. Suamiku dan aku pergi menjenguknya. Melihat gips putih pada kakinya, saya menggerutu, “Mengapa kamu menolak menjadi manajer? Manajer tidak akan pernah harus melakukan sesuatu yang berbahaya seperti ini. Lihat kamu sekarang, luka yang begitu serius. Mengapa kamu tidak mau mendengar kami sebelumnya?”
Dengan tampang yang serius pada wajahnya, ia membela keputusannya. “Pikirkan kakak ipar–ia baru saja jadi direktur, dan saya hampir tidak berpendidikan. Jika saya menjadi manajer seperti itu, berita seperti apa yang akan dikirimkan?” Mata suamiku dipenuhi air mata, dan kemudian keluar kata-kataku yang sepatah-sepatah, “Tapi kamu kurang pendidikan juga karena aku!”
“Mengapa membicarakan masa lalu?” Adikku menggenggam tanganku. Tahun itu, ia berusia 26 dan aku 29. Adikku kemudian berusia 30 ketika ia menikahi seorang gadis petani dari dusun itu. Dalam acara pernikahannya, pembawa acara perayaan itu bertanya kepadanya, “Siapa yang paling kamu hormati dan kasihi?” Tanpa bahkan berpikir ia menjawab, “Kakakku.”
Ia melanjutkan dengan menceritakan kembali sebuah kisah yang bahkan tidak dapat kuingat. “Ketika saya pergi sekolah SD, ia berada pada dusun yang berbeda. Setiap hari kakakku dan saya berjalan selama dua jam untuk pergi ke sekolah dan pulang ke rumah. Suatu hari, saya kehilangan satu dari sarung tanganku. Kakakku memberikan satu dari kepunyaannya. Ia hanya memakai satu saja dan berjalan sejauh itu. Ketika kami tiba di rumah, tangannya begitu gemetaran karena cuaca yang begitu dingin sampai ia tidak dapat memegang sendoknya. Sejak hari itu, saya bersumpah, selama saya masih hidup, saya akan menjaga kakakku dan baik kepadanya.”
Tepuk tangan membanjiri ruangan itu. Semua tamu memalingkan perhatiannya kepadaku. Kata-kata begitu susah kuucapkan keluar bibirku, “Dalam hidupku, orang yang paling aku berterima kasih adalah adikku.” Dan dalam kesempatan yang paling berbahagia ini, di depan kerumunan perayaan ini, air mata bercucuran turun dari wajahku seperti sungai.

sumber : www.priendah.wordpress.com

Kamis, November 4

cerita : "ketulusan"

Alkisah di sebuah rumah mewah yang terletak dipinggiran sebuah kota, hiduplah sepasang suami istri. Dari sekilas orang yang memandang, mereka adalah pasangan yang sangat harmonis. Para tetangganya pun tahu bagaimana usaha mereka dalam meraih kehidupan mapan yang seperti saat ini. Sayang, pasangan itu belum lengkap. Dalam kurun waktu sepuluh tahun pernikahan mereka, pasangan itu belum juga dikaruniai seorang anak pun yang mereka harapkan.


Karenanya walaupun masih saling mencinta, si suami berkeinginan menceraikan istrinya karena dianggap tak mampu memberikan keturunan sebagai penerus generasinya. Setelah melalui perdebatan sengit, dengan sedih dan duka yang mendalam, si istri akhirnya menyerah pada keputusan suaminya untuk tetap bercerai.

Dengan perasaan tidak menentu, suami istri itu menyampaikan rencana perceraian kepada orang tua mereka. Meskipun orang tua mereka tidak setuju, tapi tampaknya keputusan bulat sudah diambil si suami. Setelah berbincang-bincang cukup lama dan alot, kedua orang tua pasangan itu dengan berat hati menyetujui perceraian tersebut. Tetapi, mereka mengajukan syarat, yakni agar perceraian pasangan suami istri itu diselenggarakan dalam sebuah sebuah pesta yang sama besarnya seperti pesta saat mereka menikah dulu.



Agar tidak mengecewakan kedua orang tuanya, maka persyaratan mengadakan pesta perceraian itu pun disetujui. Beberapa hari kemudian, pesta diselenggarakan. Sungguh, itu merupakan pesta yang tidak membahagiakan bagi siapa saja yang hadir dalam pesta itu. Si suami tampak tertekan dan terus meminum arak sampai mabuk dan sempoyongan. Sementara sang istri tampak terus melamun dan sesekali mengusap air matanya di pipinya. Di sela mabuknya si suami berkata lantang, “Istriku, saat kau pergi nanti. semua barang berharga atau apapun yang kamu suka dan kamu sayangi, Ambillah dan Bawalah !!“. Setelah berkata seperti itu, tak lama kemudian ia semakin mabuk dan akhirnya tak sadarkan diri.

Keesokan harinya, setelah pesta usai, si suami terbangun dari tidur dengan kepala berdenyut-denyut. Dia merasa tidak mengenali keadaan disekelilingnya selain sosok yang sudah dikenalnya bertahun-tahun yaitu sang istri yang ia cintai. Maka, dia pun bertanya “Ada dimakah aku ? Kenapa ini bukan di kamar kita ? Apakah aku masih mabuk dan bermimpi ? tolong jelaskan.”

Si istri menatap penuh cinta pada suaminya dengan mata berkaca-kaca dan menjawab, “Suamiku, ini karena dirumah orang tuaku. Kemaren kau bilang didepan semua orang bahwa engkau berkata kepadaku, bahwa aku boleh membawa apa saja yang aku mau dan aku sayangi. Di dunia ini tidak ada satu barang yang berharga dan aku cintai dengan sepenuh hati selain kamu. karena itu kamu sekarang kubawa serta ke rumah orang tuaku. Ingat, kamu sudah berjanji dalam pesta itu.”

Dengan perasaan terkejut setelah sesaat tersadar, si suami bangun dan memeluk istrinya, “Maafkan aku Istriku, aku sungguh bodoh dan tidak menyadari bahwa dalamnya cintamu padaku. Walaupun aku telah menyakitimu, dan berniat menceraikanmu, tetapi engkau masih mau membawa serta diriku bersamamu dalam keadaan apapun“.

Akhirnya kedua suami istri ini ini berpelukan dan saling bertangisan. Mereka akhirnya mengikat janji akan tetap saling mencintai hingga ajal memisahkannya

sumber :  www.ceceem.blogspot.co

Selasa, November 2

Selamat Jalan Kawan

Tak ada satupun manusia yang mengetahui kapan umurnya akn berkahir ....
Tak ada satupun manusia seperti apa dia akan mati nanti
Tak ada satupun manusia yang akan tau dimana di akan mati ....

SELAMAT JALAN TEMAN ...
AKU AKAN SELALU MERINDUKAN MU ...
KAMI AKN MENGANGGAP DUIT SELALU GENAP 32 ORANG
KAMU AKAN SELALU HADIR DISETIAP ACARA KITA NANTI.....

KAMI AKAN SELALU MERINDUKAN MU
Miss U


Almh. Tri Astuti
31 Oktober 2010